Ekonomi Dunia 2022 Terancam Suram Akibat Dari Omicron

Mokapog – Munculnya variasi virus Covid-19 yang dinamakan Omicron mengingati kembali ke ketidakjelasan ekonomi yang dirasa dalam pergerakan wabah global. Dalam dua minggu paling akhir bursa saham global baik itu di daerah Eropa dan Amerika Serikat sampai Bursa dalam negeri dan teritori Asia terpukul karena sentimen jelek ini.

Meski begitu, perusahaan management asset multinasional asal Inggris, Schroders, memprediksi tahun 2022 bisa menjadi tahun yang bagus kembali untuk perkembangan bersamaan dengan perbaikan perekonomian global. Tetapi, Schroders menulis jika perkembangan akan melamban tajam sesudah 2021, karena support besar yang ditawari oleh pemerintahan dan bank sentra sepanjang tahapan awalnya wabah mulai menyusut atau lenyap sama sekalipun.

Inflasi ditaksir akan moderat, tapi pembikin peraturan ekonomi dan investor hadapi masa yang susah untuk beberapa waktu. Perusahaan multinasional asal Inggris itu memprediksi perkembangan PDB global tahun 2021 sejumlah 5,6% yang hendak dituruti oleh perkembangan 4,0% di tahun 2022, dengan inflasi global sejumlah 3,4% untuk tahun 2021 dan bertambah jadi 3,8% di tahun 2022.

Dilepasnya support genting oleh bank sentra dan pemerintahan mainkan peranan penting dalam pembangunan aktivitas ekonomi di tahun 2022. Peraturan stimulan pajak besar (peraturan pengeluaran pemerintahan dan perpajakan yang direncanakan untuk memberikan dukungan ekonomi dalam periode pendek) dalam menyikapi wabah telah berkurang di AS dan Inggris.

Walau pengeluaran pemerintahan tetap kuat, Schroders menjelaskan peraturan pajak keseluruhannya akan kurang memberikan dukungan di tahun 2022.

Di AS, Persetujuan Infrastruktur Bipartisan akan diawali tahun depannya, dan paket peraturan Build Back Better yang semakin besar – sekarang ini sudah mendapatkan kesepakatan DPR AS dan sedang menanti kesepakatan Senat – pasti turut menolong ekonomi. Tetapi, Schroders menambah jika dorongan perkembangan keseluruhannya dari peraturan pajak semakin lebih kecil dampaknya daripada tahun 2021.

Keadaan sama terjadi di Inggris di mana pajak perusahaan dan penghasilan akan naik tahun depannya bersama dengan national insurance contributions (pajak upah) yang semakin tinggi.

Kebalikannya, di zone euro mencolok karena pengeluaran pajak diprediksi tetap kuat. Walau angka stimulan sedikit menyusut dibanding tahun 2021, tapi besarannya masih lumayan berarti. Dalam pada itu, China diprediksi akan menjaga stimulan pajak di tahun 2022 lewat utang pemda yang semakin tinggi, tapi beberapa salah satunya akan didorong oleh bank untuk salurkan semakin banyak credit.

Berkaitan dengan support moneter (peraturan periode pendek oleh bank sentra yang direncanakan untuk perkuat ekonomi), The Fed yang disebut bank sentra AS akan akhiri program stimulan berkaitan wabah yang sudah dipakai untuk menyuntikkan uang langsung ke mekanisme keuangan (quantitative easing/QE). Bank sentra AS dan Inggris diprediksi siap untuk selekasnya meningkatkan suku bunga.

Schroders menginginkan ketidaksamaan peraturan pajak di antara AS/Inggris dan zone euro/China akan membuat kesempatan di pasar obligasi dan valuta asing.

Kami menulis banyak ketidakjelasan sekitar inflasi dan perkembangan, sekurang-kurangnya yang dibuat dari kemacetan rantai suplai dan kekurangan tenaga kerja yang masih tetap ada. Perkembangan gaji yang semakin tinggi yang memengaruhi ongkos dan harga bisa menyebabkan inflasi yang semakin tinggi dari prediksi dan perkembangan yang lebih kurang kuat, dengan resiko berlangsungnya “stagflasi”, catat Schroder.

Updated: 3 Desember 2023 — 4:37 pm