PKB, Golkar, PAN Resmi Dukung Prabowo Capres 2024

mokapog – Support pada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto jadi capres (calon presiden) di Pemilihan presiden 2024 semakin kuat seusai tergabungnya Golkar serta PAN jadi sisi dari konsolidasi bersama Gerindra serta PKB.

Ke-4 partai itu sah tanda tangani kerja-sama politik di Museum Penjabaran Teks Proklamasi, Jakarta.

Konsolidasi partisan Prabowo menjadi suatu konsolidasi besar kalau mengarah pada peta support partai-partai politik di parlemen.

Saat ini, Prabowo kantongi support empat partai parlemen, diikuti calon presiden Anies Baswedan yang ditunjang tiga partai parlemen serta calon presiden Ganjar Pranowo dengan 2 support partai parlemen.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menentang terjadinya konsolidasi besar partisan Prabowo lantaran petunjuk Presiden Joko Widodo.

“Sudahkah ada kesepakatan pak Jokowi? Dari presiden tak ada petunjuk . Maka ini ketentuan kita bersama bersama-sama. Tak ada petunjuk dari pak Jokowi,” kata Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dalam temu jurnalis di Museum Penjabaran Teks Proklamasi, Jakarta.

Benarkah Koalisi Ini Merupakan Peranan Dari Presiden Jokowi?

Bantahan berkaitan peranan Jokowi dijelaskan oleh-oleh Prabowo. Ini hari, Senin (14/8), Jokowi sendiri yang tegas menentang hal itu.

Jokowi mengatakan dianya bukan pimpinan partai politik. Menurut dia, soal pemilihan presiden merupakan kuasa banyak pejabat parpol.

“Nggak, nggak. Itu soal mereka. Soal konsolidasi, soal kerja-sama. Saya bukan ketua partai, saya presiden,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta.

Riset politik serta Direktur Eksekutif Aljabar Kiatc, Berbudiki Chaniago mempunyai penglihatan lain.

Menurut dia, bantahan-bantahan masalah peranan Jokowi dalam penciptaan konsolidasi besar, tak menggambarkan ada kemungkinan manuver-manuver berada di belakang monitor.

Berbudiki bercakap di pentas, terang tidak bisa buat Presiden Jokowi arahkan dengan cara langsung ke mana arah capres-cawapres 2024. Lebih-lebih, kalau pasangan itu tidak sama dengan petunjuk PDIP jadi partai yang memayungi Jokowi.

“Pastinya ada norma yang menjaga oleh Pak Jokowi. Yang ke-2 , Pak Jokowi ini pastinya melindungi bagaimana tempatnya dengan PDIP serta Ganjar maju dari sana,” terang ia saat dikontak, tempo hari.

Dengan tempatnya itu, Berbudiki bercakap kemungkinan orkestrasi Jokowi dikerjakan berada di belakang pentas.

“Sehingga mungkin-mungkin saja berlangsung berada di belakang monitor,” timpalnya.

Tapak jejak konsolidasi besar Prabowo memang susah dilepaskan dari pribadi Presiden Jokowi. Konsolidasi besar ini telah diperbincangkan jauh saat sebelum pernyataan PAN serta Golkar tempo hari.

Embrio konsolidasi terbuat semenjak April 2023 lalu, saat perjumpaan di antara Presiden Jokowi bersama lima Ketua Umum (ketua umum) partai politik yaitu Prabowo, Zulkifli Hasan, Plt Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono, Ketua umum Golkar Airlangga Hartarto, serta Ketua umum PKB Muhaimin Iskandar.

Waktu itu, Prabowo bercakap kalau di antara KIR yang dengan anggota Gerindra-PKB serta KIB yang berisi PAN-Golkar-PPP punyai frekwensi yang masih sama. Tidak hanya itu, menurut Prabowo konsolidasi besar searah dengan Jokowi.

“Kita telah masuk klubnya Pak Jokowi sesungguhnya sekarang ini. Ya kan?” tutur Prabowo didepan banyak ketua umum partai.

Pada tempat yang masih sama, Presiden Jokowi menyampaikan konsolidasi besar KIB, Gerindra serta PKB adalah konsolidasi yang sesuai. Akan tetapi hal demikian diberikan kembali pada banyak ketua umum partai.

“Saya cuman omong sesuai. Terserah pada ketua-ketua partai atau kombinasi ketua partai. Buat kebaikan negara buat kebaikan bangsa buat penduduk, hal yang bersangkutan dapat dimusyawarahkan itu akan lebih bagus,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Trias Politika Vital (TPS) Agung Baskoro bercakap ada rekan intim di antara partai-partai partisan Prabowo dengan Presiden Jokowi. Diantaranya sebab banyak ketua umum partai bekerja jadi pembantu Jokowi.

Dari skema interaksi itu, menurut dia sangatlah mungkin terjaga rekan yang melampau kerja-kerja kementerian. Perihal-perihal vital lain ikut dikupas, terhitung masalah pemilihan presiden.

“Di titik berikut ini, sulit tidak untuk menyimpulkan tergabungnya Golkar-PAN tanpa ada kehadiran support (political endorsement) istana. Ditambah lagi saat ini khalayak merasa juga kalau Presiden Jokowi memberi political endorsement gak tunggal ke Ganjar, tetapi juga ke Prabowo,” terang Agung dalam penjelasannya.

Menurutnya, pribadi Jokowi jadi king maker di konsolidasi besar dapat juga menguatkan konsolidasi serta buka kesempatan jadi penengah buat profil yang direferensikan di bangku calon wakil presiden.

Agung menyampaikan dapat berlangsung kebuntuan politik (political deadlock) jikalau banyak ketua umum dalam konsolidasi ini sama sama berebutan kekuasaan, khususnya dalam pemilihan calon wakil presiden.

Pada keadaan itu diperlukan jalan tengah atau sosok anyar yang punyai akseptabilitas serta kepopuleran. Jokowi dapat menjadi pribadi yang menjajakan sosok anyar itu.

“Gibran, Khofifah, atau nama yang lain ini, punya potensi buat terpasangkan sebab langsung didatangkan oleh Presiden Jokowi yang bertumpu di tingkat kepuasan khalayak yang lebih tinggi atas performanya atau militansi sukarelawan yang datang setiap laris politiknya yang berikan impak berarti elektoral di tengahnya perlawanan pemilihan presiden 2024 yang bersaing,” terang ia.

Riset sospol Kampus Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun meringkas prosentase nada partai parlemen dalam konsolidasi Prabowo. Seluruhnya, ujarnya, konsolidasi Prabowo mengakumulasi nada kurang lebih 41 prosen, lebih besar dari konsolidasi PDIP-PPP yang cuman 25 prosen, konsolidasi Partai Nasdem, Demokrat serta PKS yang cuman 25 prosen.

Ia bercakap penumpukan 41 prosen nada itu menjadi modal awalnya politik yang lumayan janjikan. Kasusnya, modal itu tidak dapat jamin kemenangan konsolidasi Prabowo.

“Dikarenakan dalam politik kerap kali hitung di kertas tak searah dengan realistis empirik di dalam lapangan. Kenyataannya, memang kita bisa amati pada pemilu 2014 pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dengan support keseluruhan nada partainya yang 40 prosen sanggup menaklukkan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa yang ditunjang 60 prosen keseluruhan nada partai partisannya,” tutur Ubed, sebutan akrabnya.

Satu diantaranya hal yang mengakibatkan kekalahan merupakan citra negatif konsolidasi yang condong posisi quo.

Posisi quo merupakan bahasa latin yang lebih kurang memiliki makna representasi situasi pemerintahan lama yang tak mendambakan transisi.

Menurut Ubed, citra posisi quo selalu negatif dalam penglihatan politik aktual yang aktif.

“Nach, Prabowo, Airlangga, Zulkifli Hasan serta Muhaimin Iskandar itu sisi dari posisi quo pemerintah Jokowi bahkan juga konsolidasi ini pula berkesan dibikin Jokowi yang notabene politiknya merupakan penguasa posisi quo,” tutur Ubed.

Updated: 5 Desember 2023 — 6:21 pm