6 Tradisi Adat Masyarakat Aceh yang Kuat Hubungan dengan Islam

mokapog – Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebuah provinsi yang ada di ujung Pulau Sumatra. Di provinsi ini, ada 13 suku dan 11 bahasa daerah.

Mayoritas masyarakat di sana beragama Islam dan tidak aneh jika provinsi itu diundang Serambi Mekkah. Seni budaya atau tradisi adat di sana tentu saja tidak lepas dari budaya-budaya Islam. Berikut enam tradisi adat masyarakat Aceh yang mempunyai nuansa Islam.

1. Peutron Aneuk

Peutron Aneuk sebuah tradisi masyarakat Aceh untuk menyambut kelahiran bayi. Tradisi ini biasanya diselenggarakan setelah anak pada umur 44 hari, 3 bulan, 5 bulan, sampai 7 bulan. Masyarakat pada tempat yakin bayi yang belum kerjakan tradisi itu lebih baik tidak keluar rumah terlebih dahulu.

Tradisi ini akan digenggam oleh pemuka agama yang di sampingnya ada air zamzam, sari kurma, ayam panggang, dan buah-buahan. Setelah dibacakan doa-doa, bayi itu akan dicicip bermacam tipe rasa ke lidahnya dengan arah indera perasanya lebih sensitif.

2. Jak ba Tanda

Tradisi Jak ba Tanda sebagai kelanjutan dari proses lamaran yang biasa dikenal dengan istilah Ba Ranup. Jika lamaran diterima, keluarga pihak pria akan kerjakan peukong haba atau pembicaraan terkait meugatib atau kapan pernikahan akan diselenggarakan, berapakah jumlah tamu yang akan diundang, sampai type dan jumlah mahar.

Pada tradisi ini, keluarga sang pria akan mengantarkan makanan keunikan Aceh seperti buleukat kuneeng, buah-buahan, sampai perhiasan. Tradisi ini sendiri dipercayai telah terkuasai oleh adat istiadat yang dari Arab dan India.

3. Meugang

Meugang atau Makmeugang sebuah tradisi yang jalan sejauh 3x pada sebuah tahun. Tradisi ini sendiri sama dengan tradisi makan daging sapi dan kerbau. Kamu dapat merasakan tradisi ini dekati bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, dan hari raya Idul Adha.

Meugang sendiri sebuah tempat untuk perkuat hubungan kekeluargaan dalam rangka islami. Biasanya beberapa perantau akan pulang ke daerah masing-masing untuk merayakan tradisi ini dengan keluarga mereka.

4. Tulak Bala

Tradisi Tulak Bala sebagai tradisi masyarakat Aceh yang diadakan setahun sekali, tepatnya pada bulan Safar. Munurut cerita masyarakat, beberapa masyarakat yakin bila bulan Safar sama dengan cuaca pancaroba atau tidak jelas dan mempunyai aura yang jelek.

Tradisi ini dituruti dengan warga yang berduyun-duyun ke pantai, sungai, atau tempat lainnya, sekedar untuk mengadakan doa dan makan bersama. Dasar dari tradisi ini ialah doa bersama yang digenggam dengan seorang teungku. Di beberapa daerah ada juga kegiatan mandi kembang bersama dengan arah buang semua aura negatif.

5. Peusijuek

Tradisi Peusijuek biasanya dikerjakan dalam serangkaian tradisi adat lainnya seperti pernikahan, syukuran, dan lain-lain. Secara harfiah, kata “Peusijuek” diambil dari kata sijue yang mempunyai makna “dingin”.

Pada hakekatnya, tradisi ini sebuah pengakuan rasa syukur dan minta perlindungan oleh-Nya. Alat atau bahan yang selalu berada di tradisi Peusijuek ialah dalong yang berperanan untuk tempat tempatkan beberapa bahan untuk tradisi ini.

6. Khanduri Pang Ulee

Sebagai perayaan Maulid Nabi, masyarakat Aceh mempunyai sebuah tradisi yang cukup keunikan, yaitu Khanduri Pang Ulee. Sebelum acara jalan, ibu-ibu akan menyiapkan makanan atau kue-kue untuk dibawa ke masjid atau lapangan.

Di masing-masing alas sudah tercantum nama gampong dan beberapa tamu dapat duduk sama sesuai nama gampongnya. Yang menarik dalam acara ini ialah jika makanan yang disajikan tersisa, karenanya beberapa pengungjung harus membawa pulang sisa makanan itu.

Updated: 5 Desember 2023 — 2:18 pm