5 Suku dan Budaya di Indonesia yang Jarang Ditemui

mokapog – Indonesia sebagai negara yang diperkaya oleh keanekaragaman suku dan budaya. Karena benar-benar banyaknya suku dan budaya di Indonesia, ada agak banyak suku dan budaya adat istiadat yang jarang ditemui oleh beberapa Warga Negara Indonesia sendiri.

Suku Tidung

Suku Tidung jadi langsung perkataan saat pakaian adatnya tergambar dalam uang peringatan kemerdekaan 75 tahun Republik Indonesia pada tahun tempo hari. Banyak pihak yang melihat bila pakaian adat itu bukan tiba dari Indonesia, walaupun sebetulnya itu pakaian adat punyai suku Tidung yang hidup di Kalimantan Utara, lho.

Tidak aneh hanya sedikit orang yang kenali kehadiran suku ini. Pasalnya suku Tidung sebagai sub suku dari Suku Dayak Murut, yang disebutkan satu diantaranya suku Dayak Terbesar. Bila kamu datang pada hari peristiwa Kota Tarakan (15 Desember), karenanya kamu bisa menyaksikan Festival Iraw Tengkayu, yang ditangani di Pantai Amal, Kota Tarakan.

Upacara tradisional Iraw Tengkayu sebagai warisan adat suku Tidung yang ditangani sebagai rasa syukur atas rezeki dari Tuhan. Nama Iraw Tengkayu tiba dari Bahasa Tidung, yaitu Iraw yang mempunyai makna perayaan dan Tengkayu yang mempunyai makna pulau kecil yang dikelilingi oleh laut (maksudnya Pulau Tarakan).

Festival Iraw Tengkayu ditangani dengan mengarak perahu hias Padaw Bidik Dulung memutari Kota Tarakan. Iraw Tengkayu ditetapkan sebagai warisan budaya non-benda oleh Kementerian Edukasi dan Kebudayaan dan berhasil mendapatkan penghargaan Anugerah Daya magnet Indonesia pada tahun 2016 oleh Kementerian Pariwisata.

Suku Korowai

Kedatangan suku Korowai baru ditemukan sekitar 30 tahun tempo hari di pedalaman Papua. Mereka hidup secara unik, yaitu di dalam rumah pohon dengan ketinggian yang raih 50 mtr. dari permukaan tanah. Suku ini sebagai satu diantaranya suku di Papua yang tidak memakai koteka.

Walaupun kerap terdengar informasi bila suku ini sebagai kanibal, tetapi setelah dicermati lebih dalam, ternyata mereka hanya makan daging manusia yang dapat ditunjukkan melanggar ketetapan adat, misalnya tukang sihir alias khuakhua. Tapi, watak kanibal suku Korowai saat ini mulai ditinggalkan, terutamanya setelah banyak warga yang mendapatkan penginjilan dan memberi diri untuk dibaptis.

Suku Kajang

Suku yang hidup di sekitar 200 km dari Makassar, Sulawesi Selatan ini betul-betul mudah dikenali, karena selalu gunakan baju serba hitam tanpa alas kaki. Di zaman yang serba modern ini, suku Kajang tetap memegang tabah adat istiadat mereka dengan berdasarkan tabah pada tradisi nenek moyang yang bernama pappasang, yakni hukum tidak terdaftar yang tidak boleh dilanggar.

Satu diantaranya bunyinya adalah: “Kajang, tana kamase-masea”, yang mempunyai makna “Kajang tanah yang sederhana.” Selain itu, mereka juga harus menikah dengan sama orang Kajang atau tersisih dari kawasan adat suku Kajang.

Suku Polahi

Suku ini dapat ditemukan di pedalaman rimba Boliyohato, Gorontalo. Mereka hidup secara nomaden dalam gubuk kayu yang mudah untuk ditinggalkan. Saat ada sisi keluarga yang meninggal dunia, mayatnya akan dimakamkan pada tempat itu lalu mereka akan meninggalkan tempat itu.

Selain itu, perkawinan sedarah di antara saudara kandungan (bukan hanya sepupu) sebagai hal yang biasa untuk suku Polahi. Seorang pria bahkan juga dapat mengawini lebih dari 1 saudarinya. Walaupun hidup memiliki tradisi lainnya dengan masyarakat umum, tetapi suku Polahi cukup terbuka dengan masyarakat luar.

Suku Togutil

Kedatangan mereka mulai nyaris hancur, karena aktivitas pertambangan di sekitar rimba tempat mereka hidup.
Kepemimpinan terpenting dalam masyarakat Togutil adalah kepala barisan yang disebutkan sebagai Dimono. Ia biasanya sebagai seorang pria yang kuat, bijak, berpengalaman, dan harus kuasai hukum adat dan kesejahteraan warganya.

Updated: 5 Desember 2023 — 2:16 pm