Kebudayaan Suku Minangkabau dari Sumatera Barat

mokapog – Suku Minangkabau atau biasa disebut dengan suku Minang sebagai satu diantaranya suku bangsa Indonesia yang tempati wilayah Sumatera Barat. Untuk masyarakat Indonesia ikon suku Minang yang populer adalah jam Gadang, rumah Gadang, atau masakan Minang yang lebih biasa disebutkan sebagai masakan Padang.

Selain banyak hal yang sudah populer itu, ternyata suku Minang masih taruh banyak hal yang tidak kalah unik dan menarik. Kebudayaan suku Minangkabau memiliki kekhasan yang bagus sekali bila dibandingkan dengan kebudayaan Nanggroe Aceh, kebudayaan Batak atau suku lainnya ada di pulau Sumatera.

Walau demikian, tradisi dan seni budaya Suku Minangkabau yang berkembang hari ini sebagai hasil dari sebuah revolusi budaya. Revolusi budaya pada masyarakat suku Minang terjadi saat berjalannya perang Padri pada tahun 1837. Sebelumnya, masyarakat Minang berdasar kebudayaan yang bercorak animisme dan aktifme. Tapi, sejak mulai beberapa pedagang dari Timur tengah segera masuk wilayah Sumatera, sejak mulai itu budaya Minang banyak terkuasai oleh nilai Islam. Puncaknya, pada zaman 19 setelah perang Padri selesai dibuatlah sebuah adagium adat yang pada akhirannya mengganti kesemuanya tradisi suku Minang. Berikut sejumlah adat kebudayaan suku Minang hasil dari revolusi budaya itu :

Filosofis Adat

Kisah adagium atau kesepakatan persetujuan dibikin di Bukit Marapalam yang datangkan beberapa alim ulama, figure adat tradisional dan beberapa pintar pandai (cendekiawan). Mereka membuat kesepakatan bila semenjak saat itu karenanya adat budaya Minang dilandasi pada syariat Islam. Isi kesepakatan dituangkan dalam kalimat kesepakatan yang keluarkan bunyi “Adat basandi syarak (adat bersendi syariat), syarak basandi kitabullah (syariat bersendi kitab Allah). Syarak mangato adat mamakai (syariat menimpasi adat)”.Maknanya bila adat Minang bersendikan syariat, dan syariat bersendikan kitab Al Quran. Karenanya sejak mulai itu dasar budaya Minang dibikin di atas pilar agama Islam.

Adat Matrilineal

Walaupun sudah menjadikan Islam sebagai dasar adat. Tapi adat matrilineal masih dipegang tabah oleh suku Minang. Adat matrilineal ini menyandarkan semua garis turunan pada ibu (pihak wanita). Ini tentu berbeda dengan Islam yang lebih menyandarkan garis turunannya pada sang ayah (pihak lelaki). Mengakibatkan karena adat matrilinel ini proses pewarisan dan pengaturan kerumahtanggaan seterusnya lebih berat pada sisi wanita dibandingkan lelaki. Beberapa risiko dari budaya matrilineal ini satu diantaranya

Budaya Berkelana

Berkelana sebagai kegiatan rutin yang selalu dilakukan oleh lelaki dari suku Minang. Kebudayaan suku Minangkabau untuk berkelana adalah mengakibatkan karena ada adat matrilineal, karenanya pada dasarnya lelaki suku Minang tidak memiliki modal harta sama sekalinya. Oleh karena itu, biasanya lelaki Minang saat sudah dewasa selalu keluar kampungnya untuk pergi berkelana. Tujuannya untuk bekerja dan mencari harta kekayaan.

Berkelana sebagai segi risiko dari tuntutan lelaki Minang untuk mencari pasangan yang di luar dari sukunya. Dengan berkelana ini karenanya lelaki Minang bisa berpotensi untuk mengenal wanita dari suku lain. Sebelumnya makna berkelana sendiri adalah pergi keluar suku dan berteman sosial dengan suku lainnya masih dalam etnis Minang. Tapi pada peralihannya berkelana seterusnya jadi kegiatan rutin untuk keluar tanah lahir dan bermata penelusuran di tanah lain.

Oleh karena itu, bila kita melihat pada kehidupan hari ini, beberapa orang Minang yang tempati kota-kota besar di tanah Jawa. Biasanya mereka membuka bermacam tipe bentuk usaha sebagai mata penelusuran. Dan usaha yang paling banyak biasanya dengan membuka restaurant atau rumah makan Padang.

Harta Pusaka Tinggi

Yang disimpulkan harta pusaka tinggi adalah harta pusaka yang dimiliki oleh satu kelompok atau suku. Bukan harta yang mempunyai karakter individu atau pribadi. Biasanya berwujud tanah atau barang yang memiliki nilai jual tinggi. Harta pusaka tinggi hanya bisa dipakai dan tidak boleh dijualbelikan. Harta ini diturunkan secara temurun (waris) ke anak wanita di suatu suku atau keluarga besar. Kelompok lelaki tidak memiliki hak pada harta pusaka ini.

Walau demikian, ada beberapa kondisi di mana dalam hukum adat Minang, harta pusaka tinggi dapat untuk diagunkan. Penggadaian harta pusaka tinggi harus dikarenakan oleh satu diantaranya dari beberapa argument yang diperbolehkan untuk penggadaian

Updated: 5 Desember 2023 — 2:14 pm