Sri Mulyani Percaya diri RI Kuat Hadapi Imbas Ekonomi Perang Rusia Ukraina

Mokapog – Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan Indonesia mampu bertahan di dalam tengah tingginya tekanan geopolitik karena perselisihan Rusia dan Ukraina. Menurut dia, perang di antara Rusia dan Ukraina ini benar-benar berpengaruh pada keadaan ekonomi global terutamanya negara berkembang. Ini disaksikan dari harga minyak mentah yang naik terus hingga berpengaruh pada nilai jual BBM.

Keadaan ini diperkeruhkan dengan peraturan beragam negara yang diketatkan, dimulai dari moneter atau pajak.

Ini semua bisa menjadi teror yang paling riil untuk proses perbaikan ekonomi, baik di negara maju atau negara berkembang, terang Sri Mulyani, Rabu (16/3).

Akan tetapi, untuk sekarang ini, keadaan Indonesia relatif bisa meredam pergolakan itu. Ini diperlihatkan dengan status nilai ganti rupiah yang masih relatif konstan dan gerakan saham yang positif.

Adapun di tengah-tengah keadaan sekarang ini, Sri Mulyani menjelaskan Indonesia semakin lebih banyak mengeluarkan surat hutang berbentuk local bond.

Sebagai info, perselisihan semakin menghangat saat Rusia lakukan agresi ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

Karena agresi itu beberapa perusahaan asing di Rusia mulai pergi dari negara itu. Disamping itu, perselisihan itu berpengaruh pada peningkatan harga minyak mentah dunia.

Tidak itu saja, beberapa negara pengekspor pangan seperti Brasil, misalkan, dihantui oleh berkurangnya suplai pupuk di negaranya. Masalahnya Rusia terhitung negara yang menyuplai pupuk di negara tersebut.

Deretan Dampak Ekonomi Perang Antara Rusia Dan Ukraina

Ekonom INDEF Eisha Rachbini menjelaskan imbas perang Rusia dan Ukraina pada ekonomi global dan Indonesia. Hal tersebut dibeber Eisha dalam seminar-online “Memperhitungkan Teror Pada Ekonomi Nasional di Balik Kritis Ukraina-Rusia” pada Rabu (16/3/2022).

Menurutnya, perang Rusia dan Ukraina memberi imbas global dalam bentuk teror kritis energi dan inflasi sebagai imbas dari segi permintaan and suplai.

Kritis sekarang ini sudah menggerakkan naiknya harga minyak dunia jadi di atas US$ 100 per barel. Sekian hari tempo hari justru sampai sentuh US$130 barel. Terjadi peningkatan tinggi di harga komoditas CPO, batu bara, gas bumi di mana Rusia dan Ukraina ialah exportir dan pemain inti gas pasar global, tutur Eisha.

Ia menjelaskan, kritis di Ukraina munculkan suplai chain disruption. Bila perang berkelanjutan dan banyak jalur-jalur suplai global dan infrastruktur dermaga atau airport hancur karena itu global suplai global akan terhalang.

Walau sebenarnya saat sebelum kritis Ukraina, dunia barusan usaha sembuh dari kritis global suplai chain karena wabah Covid-19. Kritis Ukraina menambahkan guncangan untuk segi penawaran untuk beberapa bahan komoditas, kata Eisha.

Dari segi permintaan, menurutnya, jika harga-harga naik yang menyebabkan final goods bertambah, karena itu warga akan keluarkan semakin banyak uang. Mengakibatkan daya membeli jadi makin turun.

Di depan, lanjut Eisha, bila kritis berjalan semakin lama, karena itu kemajuan ekonomi dunia diprediksi semakin lebih kurang kuat, statis, dan condong turun, dan inflasi terancam semakin tinggi kembali.

Kemajuan ekonomi dunia yang sebelumnya diramalkan 3,9 % pada 2022, dengan kritis Ukraina, IMF dan Bank Dunia diprediksi akan koreksi kemajuan ekonomi dunia. Kemajuan ekonomi Indonesia yang sebelumnya diramalkan 5,6% pada 2022 diprediksi semakin lebih rendah bila perang bersambung, tutur Eisha.

Selanjutnya, ia menerangkan Rusia menyumbangkan 1,9 % keseluruhan barang export dunia, berpartner dengan China, Uni Eropa dan AS. Rusia mengekspor 49 % minyak bumi dan gas ke Uni Eropa dan masuk negara ketujuh exportir gas untuk Jepang, UE, Jepang dan China.

Rusia mengekspor batubara. Kritis Ukraina sudah memacu kelangkaan energi dunia dan memacu peningkatan tinggi harga CPO dan komoditas lain. Harga CPO sudah sentuh 8 ribu ringgit per ons, batu bara capai US$ 400 per ton, kata Eisha.

Selanjutnya, ia menjelaskan perang di antara Rusia dan Ukraina mengakibatkan keterikatan pada negara mana saja khususnya jalinan perdagangan. Pada perdagangan internasional dengan Rusia dan Ukraina terjadi lewat suplai chain tidak langsung berbentuk export lewat negara lain, dalam masalah ini China.

Saat terjadi kontraksi negative growth, maka tekan permintaan beberapa barang dari China. Export bahan baku Indonesia ke China terhitung besar. Bakal ada imbas tidak langsung pada suplai perdagangan internasional yang akan mempengaruhi international trade Indonesia, tutur Eisha.

Duta Besar RI untuk Polandia (2014-2019) Peter Gontha menerangkan, bibit masalah di antara Rusia dengan beberapa negara bekas Uni Soviet termasuk banyak. Intinya yang bersebelahan langsung atau mungkin dengan Eropa Barat.

Kasus Georgia dan Ukraina sangat mempunyai potensi untuk mengusik perasaan nyaman Rusia dari teror secara geopolitik dan militer sesudah dua negara tersebut punya niat tergabung ke NATO, tutur Peter.

Di Ukraina banyak masyarakatnya yang dari suku Rusia yang mempunyai potensi membuat pemecahan dan perang saudara di beberapa negara bekas Uni Soviet. Hal tersebut yang membuat Rusia cemas, sambungnya.

Peter ngomong jika Ukraina sebagai negara di mana banyak infrastruktur dan perlengkapan perang Rusia ditaruh. Sekarang ini sedang pada proses dibalikkan Rusia saat sebelum gempuran Rusia pada 24 Februari kemarin.

Tetapi sekarang ini sesudah seringkali pembicaraan, Ukraina setuju untuk menangguhkan niat tergabung ke NATO. Rusia meluluskan Ukraina untuk bebas resmi dan non-formal terkait ekonomi dengan IEU, asal tidak tergabung dengan NATO, kata Peter.

Selanjutnya, ia menjelaskan, imbas ekonomi perang di antara Rusia dan Ukraina ke dunia internasional telah berasa. Harga gandum dan beberapa bijian telah naik tinggi.

Dampak menakutkan terjadi bila AS memberikan ancaman China tidak untuk bisa ikut serta bela Rusia yang dikenai ancaman. Ancaman ekonomi telah berpengaruh pada asset individu masyarakat Rusia di penjuru dunia. Hal tersebut preseden beresiko karena Rusia memberikan ancaman memperlancar siber war ke AS yang mengakibatkan dapat mengerikan, tutur Peter.

Indonesia juga tergantung ke Rusia khususnya industri pupuk, industri pertahanan khususnya saat Sukhoi pertama dahulu dibeli . Maka harus bersiap-sedia, sambungnya.

Updated: 4 Desember 2023 — 4:57 pm